Seorang Mukmin Menggabungkan Rasa Takut dan Harap pada Dirinya
Dalam artikel kali ini kita akan membahas bentuk pengamalan rasa takut dan harap seorang mukmin pada Allah Ta’ala
Seorang Mukmin adalah Orang yang Takut dengan Azab Allah
Diantara sifat seorang mukmin disebutkan Allah Ta’ala dalam firmannya Surat Al Ma’arij, Allah berfiman:
إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ خُلِقَ هَلُوعًا ١٩ إِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ جَزُوعٗا ٢٠ وَإِذَا مَسَّهُ ٱلۡخَيۡرُ مَنُوعًا ٢١ إِلَّا ٱلۡمُصَلِّينَ ٢٢ ٱلَّذِينَ هُمۡ عَلَىٰ صَلَاتِهِمۡ دَآئِمُونَ ٢٣ وَٱلَّذِينَ فِيٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ مَّعۡلُومٞ ٢٤ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ ٢٥ وَٱلَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوۡمِ ٱلدِّينِ ٢٦ وَٱلَّذِينَ هُم مِّنۡ عَذَابِ رَبِّهِم مُّشۡفِقُونَ ٢٧
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan. Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya” (QS. Al Ma’arij [70]: 19-27)
Orang yang beriman adalah orang yang takut dengan siksa Allah Ta’ala. Tidak merasa dirinya telah aman dari siksaan Allah Ta’ala. Mereka tidak mengatakan kepada dirinya: “Kami muslim, kami telah melakukan amalan shalih, maka amal itu akan melindungi kami dari siksa Allah”. Akan tetapi dengan amalan yang mereka lakukan, mereka tetap merasa takut dengan siksa Allah Ta’ala. Khawatir dengan amalannya jika tidak diterima. Oleh karena itu, orang beriman selain mengharap kasih sayang Allah Ta’ala, mereka juga orang yang terus menerus hatinya takut dengan siksa Allah Ta’ala.
Baca Juga: Macam-Macam “Rasa Takut” Dalam Pelajaran Tauhid
Seorang Mukmin Memiliki Rasa Takut dan Harap
Ciri orang beriman adalah mereka yang menggabungkan dua hal, yaitu
Rasa takut (الخوف) akan azab Allah
Rasa harap (الرجاء) dari rahmat Allah.
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman
وَٱلَّذِينَ يُؤۡتُونَ مَآ ءَاتَواْ وَّقُلُوبُهُمۡ وَجِلَةٌ أَنَّهُمۡ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ رَٰجِعُونَ
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka” (QS. Al-Mu’minun[23]: 60)
Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah shalallallahu ‘alaihi wa sallam
قالت عائشة أهم الذين يشربون الخمر ويسرقون قال لا يا بنت الصديق ولكنهم الذين يصومون ويصلون ويتصدقون وهم يخافون أن لا يقبل منهم أولئك الذين يسارعون في الخيرات
Aisyah bertanya, “Apakah orang yang dimaksud adalah orang yang meminum khamr dan mencuri?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Bukan wahai anak dari As-Shiddiq, akan tetapi mereka adalah orang yang berpuasa, mengerjakan shalat, mereka shadaqah, namun mereka khawatir amalnya tidak diterima. Oleh karena itu mereka adalah orang-orang yang bersegara dan terdepan dalam kebaikan.” (HR. Sunan At-Tirmidzi 3175, Ibnu Majah 3198, dari Hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha)
Dalam riwayat lain,
وَلَكِنَّهُ الَّذِي يُصَلِّي وَيَصُومُ وَيَتَصَدَّقُ وَهُوَ يُخَافُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ
“Akan tetapi mereka orang yang mengerjakan shalat, berpuasa, bersedekah, dan mereka takut kepada Allah azza wa jalla” (HR. Ahmad, dalam musnad Imam Ahmad no. 25263)
Baca Juga: Takutlah terhadap Adzab Kubur
Dua Hal Besar Penyebab Kebinasaan
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasannya beliau mengatakan
الهلاك في اثنتين، القنوط، والعجب
“Kebinasaan ada pada dua hal: Putus asa (dari rahmat Allah) dan membanggakan diri (dengan amalannya).” (Diriwayat Ibnu Hajar Al Haitami (1/121))
Tidaklah diragukan bahwa azab atau kebinasaan memiliki banyak sebab, akan tetapi dua hal ini adalah dua faktor yang paling besar yang menyebabkan azab Allah.
Putus Asa dari Rahmat Allah
Yang dimaksud dengan القنوط adalah “putus asa”, yakni putus asa dari kasih sayang Allah Ta’ala. Ada orang yang telah terlanjur melakukan perbuatan dosa. Dia mengira bahwa Allah Ta’ala tidak akan mengampuninya setelah sangat besar dosanya. Maka ini adalah pikiran yang salah. Tidak sepatutnya seorang manusia seberapa besar dosanya dia putus asa dari kasih sayang Allah Ta’ala. Dan begitu pula tidak boleh bagi yang lain memvonis pelaku maksiat tersebut adalah orang yang tidak akan mendapatkan kasih sayang atau ampunan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat Az-Zumar
قُلۡ يَٰعِبَادِيَ ٱلَّذِينَ أَسۡرَفُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُواْ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًاۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar[39]: 53)
Maka menjadi kewajiban seorang muslim untuk segera bertaubat kepada Allah Ta’ala ketika telah melakukan kesalahan, berharap ampunan-Nya, dan tidak putus asa dari kasih sayang-Nya.
Baca Juga: Mengharap Pahala Dari Tiap Musibah
Berbangga Diri atas Amalannya
Begitu pula tidak layak bagi seorang itu bangga dengan amalnya. Dia meyakini bahwa dia telah melakukan ketaatan dan amal shalih. Akan tetapi wajib baginya menganggap dirinya tidak sempurna. Hendakalah dia terus khawatir dengan azab Allah Ta’ala. Dan yang terbaik adalah menggabungkan dua keadaan sekaligus, yaitu: mengharap kasih sayang Allah Ta’ala dan takut dengan siksa Allah Ta’ala. Artinya, menjadi kewajibannya untuk menggabungkan rasa takut dan harap. Maka tidak hanya berharap saja sebagaimana keadaan Murjiah, yang mengatakan bahwa amalan fisik tidak ada hubungannya dengan iman, karena Murjiah beranggapan: “Asalkan seorang itu beriman, maka maksiat apapun yang dia lakukan tidak membahayakannya.” Tidak pula seorang itu putus asa dari kasih sayang Allah Ta’ala disebabkan kesalahannya, maka dia berkeyakinan kalau dia telah binasa, sebagaimana keadaan Khawarij yang mengatakan: “Siapa yang melakukan dosa besar maka dia keluar dari Islam.”
Maka hendaklah seorang muslim menjauhi dua jalan yang rusak ini. Hendaklah dia berjalan sebagiamana jalan Ahlussunnah wal jama’ah, yaitu menggabungkan rasa takut dan rasa harap. Merasa khawatir atau takut melakukan dosa yang mereka lakukan dan berharap kasih sayang Allah Ta’ala. Jalan Ahlussunnah wal Jama’ah adalah jalan yang ditempuh para rasul. Mereka tidak merasa takut dengan ketakutan yang berlebihan sehingga membuat mereka berputus asa dari kasih sayang Allah Ta’ala. Tidak pula berharap dengan harapan berlebihan yang itu menyebabkan mereka merasa aman dari azab Allah Ta’ala.
Baca Juga:
Penulis: Azka Hariz
Artikel asli: https://muslim.or.id/53618-menggabungkan-rasa-takut-dan-harap.html